Saturday, October 9, 2010

Kontestan Dua

Batik, Kebanggan dan Harapan

“Ni shi yinni ma?” seorang sekuriti kampus tiba-tiba menyapaku ketika aku hendak kuliah. Aku sedikit terkejut, karena merasa tidak mengenal sekuriti tersebut. Aku malah sedikit kebingungan dan tidak otomatis menjawab karena perbendaharaan kata bahasa cina yang kumiliki sangat terbatas. Namun senyumnya yang ramah, membuat aku juga dengan segera membalas. ”Dui’, sahutku dengan senyum juga. Sejurus kemudian aku berusaha  bertanya kok bisa tahu, atau minimal ingin tahu kenapa dia menebak seperti itu. Apa karena warna kulitku, ya. Ah, orang Thailand, Philipina kayaknya mirip juga, pikirku. Namun lagi-lagi kosa kata yang terbatas membuat aku diam dan hanya bisa bergumam, “Hmmmm..ni dong.....”. Berharap dia mengerti.
Tapi sekuriti ini entah pernah belajar telepati atau sejenisnya, dia bisa memahami maksudku. Dia menunjuk bajuku lalu memegang bajunya. “Na ge Yinni”, sahutnya. Oh I see. Rupanya dia menandai aku sebagai orang Indonesia dari baju yang kukenakan. Hari itu memang aku lagi mengenakan baju batik.  Dengan semangat aku memegang bajuku sambil menjawab,  “Hao, hao…zhe ge batik Yinni”.
“Dui dui” sambungnya sambil tertawa kecil. Tampaknya dia senang karena tebakannya benar dan aku memahami maksudnya.
Pengalaman kecil tersebut sangat membekas. Ternyata batik sangat identik dengan Indonesia. Saat itu aku bisa merasakan secara real kebenaran pernyataan itu. Dan entah mengapa ada rasa bangga yang secara otomatis menyergap saat itu.

Asal-mula Penggunaan Batik
Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa "amba" yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik (Wikipedia). Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian.
Batik merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Sampai saat ini, perkembangan jenis dan corak batik di daerah di Indonesia disesuaikan dengan filosofi dan budaya di tiap daerah. Khasanah budaya bangsa Indonesia yang kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal.
Awalnya batik digunakan sebagai bahan pakaian namun meluas dalam penggunaan interior. Mulai dari bantal lantai, bantal kursi, seprei, gorden, hiasan dinding hingga bedcover.
Walaupun berasal dari bahasa Jawa, para ahli sejarah memiliki pandangan yang berbeda dari mana asal batik pertama kali. Tidak heran dari negara lain juga punya motif-motif batik sendiri sampai saat ini. Di Indonesia, batik dipercaya sejak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX.

Batik Sebagai Warisan Budaya Bangsa
UNESCO, badan PBB yang membidangi Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan bahwa batik Indonesia adalah “Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi “ (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009 (Wikipedia). Pengukuhan itu sebenarnya membuktikan bahwa batik merupakan warisan budaya kita. Bukan punya bangsa lain dan tidak bisa diklaim bangsa lain. Kita harusnya bangga dan semakin mencintai batik. Namun sering sekali kita merasa tidak memilikinya dan tidak merasa penting akan sesuatu sampai suatu sesuatu itu diambil ataupun diganggu orang lain.
Masih segar dalam ingatan kita, ketika Malaysia mengklaim beberapa budaya Indonesia  seperti Reog, tari Pendet, Lagu Rasa Sayang Sayange, masakan rendang serta batik sebagai budaya mereka. Betapa kita kecewa, kesal, dan marah kepada Malaysia saat itu. Pemerintah juga terkesan lambat untuk mempromosikan dan mempopulerkan batik ke dalam kancah dunia internasional.
Saya memiliki mimpi agar suatu saat batik menjadi pakaian resmi pemerintahan/ kepresidenan. Presiden Indonesia sebaiknya menggunakan batik dalam acara penting kenegaraan, seperti menerima tamu dari negara lain, mengunjungi kepala negara lain, serta menghadiri acara resmi bersama kepala negara lain. Presiden sebaiknya tidak lagi menggunakan jas, karena jas bukan produk negeri kita, melainkan produk/gaya barat. Dengan salah satu cara ini, batik akan semakin populer di mata dunia sebagai budaya milik Indonesia.


Jangan Malu Mengenakan Batik
Saya kenal dengan seseorang yang sangat bangga dengan batik Indonesia. Pak Daniel namanya. Relasinya banyak di luar negeri. Pak Daniel ini selalu mengenakan batik bila ke luar negeri untuk melakukan urusan bisnis. Bahkan ketika menikah dan mengadakan resepsi, ia dan istrinya dengan bangga mengenakan batik, tidak mengenakan jas dan gaun pengantin sebagaimana lazimnya busana yang dikenakan pasangan yang menikah. Baginya pakaian batik sangat indah dan merupakan warisan budaya nenek moyang Indonesia yang perlu dipelihara dan dipertahankan. Jadi, dia tidak pernah merasa malu menggunakan batik pada acara resmi di depan teman-teman internasionalnya.
Ada lagi tokoh yang gemar menggunakan batik. Mantan Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela. Mandela pertama kali mengenakan batik ketika mengadakan kunjungannya ke Indonesia pada tahun 1990, sesaat setelah dibebaskan dari tahanan. Beliau menerima hadiah batik dari mantan Presiden Soeharto. Karena merasa nyaman, pada kunjungan kenegaraan berikutnya di tahun 1997, Mandela kembali mengenakan batik.  Saat itu Presiden RI Suharto terhenyak melihat penampilan sang tokoh Apartheid yang berbusana batik. Sangat kontras dengan Pak Harto sendiri yang justru mengenakan stelan jas lengkap. Bahkan Peraih Nobel Perdamian tahun 1993 itu mengenakan batik untuk bertemu dengan kepala-kepala negara lain. Akhirnya karena batik sudah identik dengan Mandela, di negaranya pakaian batik dijuluki sebagai “Madiba Shirt”. Madiba adalah panggilan akrab Mandela.
Berita paling anyar terjadi ketika penyerahan Trofi Piala Dunia 2010 kepada Mandela sebagai tokoh Afrika Selatan. Kejadian ini sebenarnya berlangsung secara tertutup dan tidak disaksikan wartawan atau fotografer. Namun, FIFA kemudian merilis foto Mandela dengan Trofi Piala Dunia. Dan lagi-lagi baju yang dikenakannya saat itu adalah batik khas Indonesia!


                 (Gbr1 Presiden FIFA, Sepp Blatter menyerahkan trofi Piala Dunia kepada Nelson Mandela)

Nah, apakah kita masih malu menggunakan batik? Kalau orang yang bukan Indonesia saja merasa bangga memakai batik, mengapa justru kita tidak menghargai batik? Kita pun bisa mengenakan batik, baik pada saat formal (seperti saat menghadiri pernikahan, meeting dengan rekan-rekan kerja, dll) maupun informal (rekreasi, berbelanja, JJS, dll). Sekarang motif batik sudah sangat bervariasi. Batik diproduksi dalam berbagai model dan bahan. Dari bahan kaos, katun, bahkan bahan sutera yang harganya lebih mahal dibandingkan bahan lain. Modelnya juga sangat beragam, apalagi untuk busana dan asesoris wanita yang selalu disesuikan dengan gaya dan desain masa kini. Jadi, tidak ada alasan untuk merasa malu mengenakan batik saat ini karena modelnya tak kalah fasionablenya dengan pakaian jenis lain.

Gbr2. Anak-anak PPI  berbatik ria dengan 1001 gaya

Saya pribadi pun merasa senang dan bangga dengan batik dan kerap saya gunakan untuk kuliah dan meeting dengan rekan sekampus. Kalau bukan kita siapa lagi yang mencintai batik. CINTA BATIK, CINTA INDONESIA.






No comments:

Post a Comment